Sebenarnya udah lama pengen ke Gampong Bitai ini karena penasaran dengan makan kuno peninggalan Turki yang ada di sini, letaknya pun nggak jauh dari rumah ku, mungkin cuma sekitar 1,5 KM. Warga Banda Aceh sendiri sepertinya kurang mengetahui tentang adanya gampong dan pemakaman kuno peninggalan Turki di daerah ini karena memang tempatnya agak jauh dari jalan raya. Alhamdulillah Minggu Sore, 12 Juni 2011 kemarin barulah sempat berkunjung ke sini :)
Gampoeng Turki Itu Bernama Bitai
Banyak orang yang belum mengetahui bahwa di Gampoeng (desa) Bitai inilah saat itu bangsa dari Timur Tengah yaitu Turki datang ke Aceh. Nama provinsi ACEH sendiri adalah singkatan dari Arab (A), China (C), Eropa (E) dan Hindia (H). Bitai adalah sebuah desa/kelurahan di Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh. Sebelum terjadi Gempa Bumi dan Tsunami pada samudra Hindia 26 Desember 2004, penduduknya berjumlah 1.580 jiwa. Dari hasil sensus pasca tsunami diketahui jumlah penduduknya sekarang berjumlah 421 jiwa (2005). Desa Bitai dewasa ini sudah dibangun kembali dengan bantuan organisasi Palang Merah Turki yang membantu pembangunan rumah-rumah penduduk yang hancur diterpa oleh gelombang tsunami 26 Desember 2004 lalu serta bantuan negara Turki yang di fasilitasi juga dari kedutaan besar Turki di Jakarta dan dibuat rumah sebanyak 350 buah bagi warga yang selamat dari Gempa Bumi dan Tsunami yang sangat hebat di abad 21 ini dan diresmikan langsung oleh Wakil Perdana Menteri Turki yang datang ke Bitai Banda Aceh serta disaksikan oleh Gubernur Aceh. Pasca Tsunami maka desa Bitai tersebut kini dimasukan dalam kelurahan Kota Baru, kecamatan Kuta Alam kotamadya Banda Aceh dengan kodepos 23125. Desa Bitai juga diberikan nama jalan baru yaitu jalan Tengku Di Bitai. Kita ketahui sebenarnya Bitai adalah nama sebuah perkampungan yang ditempati para ulama Islam dari Pasai Pidie dan Ulama itu berasal dari Negara Baitul Muqdis/Baital Maqdis (Palestina) dan saat kejayaan peradapan Islam, Palestina masuk dalam wilayah kekaisaran kalifah Turki Usmani atau yang lebih terkenal dengan kekaisaran Rum dahulunya.
Sejarah Gampoeng Bitai
Kerajaan Rum berhasil takluk, Kekaisaran Romawi Timur atau Kekaisaran Bizantium (Bizantin, Byzantin, Byzantine) adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan Kekaisaran Romawi pada masa Zaman Pertengahan, berlokasi di sekitar ibukotanya di Konstantinopel atau kekaisaran kristen yang berhasil di taklukan oleh kekaisaran Islam Kalifah Turki Usmani. Nama Kota Konstantinopel akhirnya diganti menjadi Istambul pasca kemenangan pasukan Islam atas pasukan Kristen di benua Eropa.
Semula para ulama Turki bertujuan untuk mengajarkan agama Islam di Aceh dan pasantren, Perkembangan Islam di Bitai selanjutnya sangat maju karena banyak orang luar Aceh yang belajar untuk memperdalam agama Islam. Bagi yang belajar di Aceh mengembangkan lagi di negaranya masing-masing. Maka semakin majulah perkembangan Islam masa itu. Raja-raja yang menganut agama Budha di Aceh akhirnya masuk Islam karena tidak diperbolehkan kepala Negara Budha pada saat itu.
Disamping mengembangkan agama Islam, para kepala Negara itu juga mengadakan kerja sama pada bidang ekonomi dan perdagangan serta menjalin hubungan yang baik pada masalah ketahanan Negara. Turki Membantu Aceh memberikan perlengkapan perang. Pada masa pemerintahan Sri Sultan Salahuddin yaitu Sultan Aceh kedua yang mangkat pada tahun 1548 M, Beliau hanya memerintah 28 tahun tiga bulan. Masa pemerintahannya mempunyai agenda meningkatkan pendidikan dan hubungan kerja sama dengan Negara-negara lain seperti Turki, tanah melayu, Pakistan dan Arab Saudi. Raja dan keluarganya dari Turki dan masyarakat yang berada di negeri Kedah/melayu kini Malaysia umumnya beragama Islam dan akhirnya orang Turki tersebut pindah dan menikah dengan orang Aceh yang tinggal di Bitai. Pada saat wafatnya Raja/Sultan Salahuddin, orang Turki yang merupakan sahabatnya, memberikan wasiat bahwa pada saat meninggal dunia mereka minta dimakamkan saling berdekatan yaitu di Komplek Situs Makan Tuanku Di Bitai, Banda Aceh. Jumlah makam kuno di sekeliling makam Sultan Salahuddin secara keseluruhan lebih kurang 25 makam makam dari batu cadas berjumlah 7 makam serta makam dari batu sungai berjumlah 18 makam. Secara keseluruhan batu nisannya berbentuk segi delapan dan hiasannya bertuliskan kaligrafi dengan bahasa arab. Segi delapan mewujudkan delapan sahabat dari Aceh, Turki dan Saudi Arabia. Pada bagian bawah nisan terdapat pola luas tumpal, puncak nisan cembung diatasnya terdapat lingkaran sisi delapan.
Orang Turki tersebut yang pertama kali datang di Bitai, Banda Aceh itu bernama Muthalib Ghazi bin Mustafa Ghazi atau lebih terkenal dengan nama Tengku Syieh Tuan Di Bitai. Nama Bitai diambil untuk mengenang asal orang Turki tersebut dari Palestina atau Bayt Al-Maqdis nama lain dari Yerussalem tempat Masjid Al-Aqsa berada yang kini di duduki oleh zionis Israel. Keturunan Tengku Di Bitai juga di makamkan di sekeliling makam Sultan Salahuddin dalam situs tanah wakaf dan terdapat mesjid kuno yang terbuat dari kayu dan sebagian di semen dindingnya. Pasca Tsunami masjid kuno tersebut mengalami kerusakan parah dan di bangun suatu masjid baru dengan motif ornamen Timur Tengah bergaya negara Turki dan ada juga sebuah museum tentang sejarah kedatangan Turki di Bitai Banda Aceh.
Komplek Makam Tengku Di Bitai dan Sultan Salahuddin ini sendiri terletak di tengah perkampungan desa Bitai dengan luas area 500 meter persegi. Desa Bitai berbarengan dengan emperoom yang sekarang dijadikan satu kawasan perkampungan Turki. Emperoom berasal dari kata emparium atau kerajaan/kekaisaran dahulunya, yang terkenal dengan emparium Romawi.
Anak laki-laki pertama dari keturunan Tengku Di Bitai ada 9 orang yang dimakamkan dalam makam khusus berbentuk kotak persegi empat, hanya satu yang dimakamkan di luar desa Bitai yakni di Lampoh Daya yang bernama Faqih Sri Raja Faqih bin Abdullah Tamim Ghazi, tetapi masih berbatasan langsung dengan desa Bitai hanya satu kilometer dari desa Bitai.
Berikut silsilah keturunan Turki:
1. Syakir Jundi Istambul Turkiya
2. Muhammad Jamil Ghazi bin Syakir Jundi Istambul Turkiya
3. Abdul Aziz Ghazi bin Muhammad Jamil
4. Saidam Ghazi bin Abdul Aziz Ghazi
5. Sirikhu Ghazi bin Saidam Ghazi
6. Muhammad Shaleh Ghazi bin Sirikhu Ghazi
7. Ilyas Ghazi bin Muhammad Shaleh Ghazi
8. Ishak Ghazi bin Ilyas Ghazi
9. Ahmad Ghazi bin Ishak Ghazi
10. Rustam Ghazi bin Ahmad Ghazi
11. Basyah Ghazi bin Rustam Ghazi
12. Rauf Ghazi bin Basyah Ghazi
13. Mustafa Ghazi bin Rauf Ghazi
14. Muthalib Ghazi bin Mustafa Ghazi ( yang pertama datang ke Aceh / Bitai dan kemudian dikenal dengan nama Tengku Syieh Tuan Di Bitai)
15. Jalal Basyar Ghazi bin Muthablib Ghazi
16. Ismail Ghazi bin Jalal Basyar Ghazi
17. Harun Ghazi bin Ismail Ghazi
18. Abdul Jalal bin Harun Ghazi
19. Abdullah Tamim Ghazi bin Abdul Jalal Ghazi
20. Faqih Sri Raja Faqih bin Abdullah Tamim Ghazi
21. Syeik Abdurrahman bin Faqih Sri Raja Faqih
22. Syeik Ismail bin Syeik Abdurrahman
23. Tengku H. Abdul Aziz bin Syeik Ismail
24. Tengku H. Muhammad Juned bin Tengku H. Abdul Aziz
25. Tengku H. Razali bin Tengku H. Muhammad Juned.
Anak atau keturunan terakhir dari Tengku Di Bitai adalah Tengku H. Razali bin Tengku H. Muhammad Juned lebih dahulu wafad tahun1987 dibanding bapaknya Tengku H. Muhammad Juned bin Tengku H. Abdul Aziz yang wafad tahun 1990, beliau tidak dimakamkan di kotak persegi empat tersebut tetapi di depan mihrab masjid. Desa Bitai ini juga terkenal karena dahulu Sultan Iskandar Muda pernah menjadi murid Tengku Di Bitai dan bantuan-bantuan ahli-ahli persenjataan dari Turki untuk membantu kerajaan Aceh melawan penjajahan Belanda. Saat Belanda menginjak kakinya di bumi Aceh dan membakar masjid raya Baiturrahman Banda Aceh, sniper Aceh berhasil menembak dada kiri Jenderal Johan Harmen Rudolf (JHF) Kohler hingga tewas pada tanggal 14 April 1873. Dalam catatan sejarah perang Aceh 1873-1904 serta perlawanan 1904-1942 ada 4 orang Jenderal Belanda tewas di tembak oleh sniper Aceh hasil didikan ahli-ahli persenjataan dari Turki.
Makam Tengku Di Bitai
Komplek makam kuno peninggalan Turki terletak berbarengan dengan komplek Tengku Di Bitai, Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh, Luas areal 500 m2. Komplek makam berada ditengah-tengah perkampungan dan disekitar makam itu terdapat mesjid kuno yang bangunannya mirip seperti bangunan Turki dengan status tanah wakaf.
Bitai adalah nama sebuah perkampungan yang ditempati para ulama Islam dari Pasai Pidie dan Ulama itu berasal dari Negara Baitul Muhadis dan Turki. Semula para ulama bertujuan untuk mengajarkan agama Islam di perguruan tinggi. Perkembangan Islam di Bitai sangat termasyur (maju) karena banyak orang luar Aceh yang belajar untuk memperdalam agama Islam.
Bagi yang belajar di Aceh mengembangkan lagi di negaran ya masing-masing. Maka semakin majulah perkembangan Islam masa itu. Raja-raja yang menganut agama Budha akhirnya masuk Islam karena tidak diperbolehkan kepala Negara Budha pada saat itu. Disamping mengembangkan agama Islam, para kepala Negara itu juga mengadakan kerja sama pada bidang ekonomi. (dagang) dan menjalin hubungan yang baik pada masalah ketahanan Negara.
Turki Membantu Aceh memberikan perlengkapan perang. Masa pemerintahan Sri Sultan Salahuddin yang mangkat pada tahun 1548 M, hanya memerintah 28 (Dua Puluh Delapan) tahun tiga bulan. Masa pemerintahannya mempunyai agenda meningkatkan pendidikan dan hubungan kerja sama dengan Negara-negara lain seperti Turki, tanah melayu, Pakistan dan Arab Saudi.
Raja dan keluarganya Turki dan masyarakat yang berada di negeri Kedah umumnya beragama Islam dan akhirnya orang Turki menikah dengan orang Aceh yang tinggal di Bitai. Pada saat wafatnya Raja Salahuddin, orang Turki yang merupakan sahabatnya, memberikan wasiat bahwa pada saat meninggal dunia mereka minta dimakamkan saling berdekatan yaitu di Komplek Situs Makan Tuanku Di Bitai.
Jumlah makam secara keseluruhan lebih kurang 20 (dua puluh) makam diklarifikasikan, makam dari batu cadas berjumlah 7 (tujuh) makam. Makam dari batu sungai berjumlah 18 (delapan belas) makam.
Secara keseluruhan batu nisannya berbentuk segi delapan dan hiasannya bertuliskan kaligrafi dengan bahasa arab. Segi delapan mewujudkan delapan sahabat dari Aceh, Tukri dan Saudi Arabia. Pada bagian bawah nisan terdapat pola luas tumpal, puncak nisan cembung di atasnya terdapat lingkaran sisi delapan.
source: Acehpedia
Gampog Bitai ini adalah salah satu wilayah terparah yang dilanda tsunami, korban yang hilang dan meninggal dunia pun tidak sedikit tapi dengan bantuan Turki melalui palang merah dan bulan sabit merah telah dibangun perumahan permanen type-45 untuk para korban tsunami. Memasuki Desa Bitai kita bisa menyaksikan rumah-rumah bantuan bulan sabit merah Turki yang begitu unik dan khas. Rehabilitasi dan Rekonstruksi juga dilakukan terhadap makam dan masjid Turki hingga menjadi bangunan yang mewah dan indah seperti yang sekarang ini.
Mudah-mudahan dengan ini makin banyak orang yang tau dan datang berkunjung ke tempat ini :)
tempatnya rapi banget ya.. cuma saya kurang begitu suka dengan wisata ziarah..
ReplyDeletehmm.. banyak banget pop-up iklan di blog ini..
Tri Setyo Wijanarko: iyaa, haha
ReplyDeletemasak? padahal saya ga pernah pasang :s
serasa seperti di Turki jadinya :)
ReplyDeletemasjidnya kecil tapi keliatan megah..
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletekampung kami.. :D
ReplyDeletetgk chik di bitai adalah ulama besar dari palestina yg menyebarkan ilmu agama ke kerajaan turki usmani, pada masa perang aceh Darussalam melawan portugis, maka raja aceh meminta pada kerajaan islam turki usmani agar di kirimkan bantuan bala tentara untuk melawan portugis di selat malaka, maka di kirimlah tentara2, ulama dan para guru2 militer...
setelah perang berlangsung, maka para utusan turki tersebut, tgl di gampoeng bitai, mendirikan pendidikan agama islam (zawiyah/dayah) serta sekolah militer pertama angkatan laut dan angkatan darat yang bernama mahaq baital muqaddist... di mahad inilah laksamana malahayati menyelesaikan studi kemiliteran angkatan lautnya.. serta Sultan yang agung kita Iskandar Muda saat kecil berguru langsung dengn tgk chik di bitai, krn kepntarannya, tgk chik di bitai yang merupakan ulama yang sangat menguasai ilmu bathin, maka memberi gelar kepada Sultan Iskandar muda Kecil dgn sebutan Tun Pangkat Dharma Wangsa.
Assalmualaikum, adakah maahad baitul maqdis masih wujud sampai sekarang
Deletepengen banget nih kesono.. :)
ReplyDeletekoreksi: desa Bitai bukan terletak di kel Kota Baru (di Kec Kuta Alam, Banda Aceh), tapi desa Bitai berada di Kec Jaya Baru, Banda Aceh. Memang ada nama jalan Tgk Di Bitay di kel Kota Baru, Kec Kuta Alam ,persis di dpn masjid Al-Badar, Kota Baru (Lampineung). Jadi ringkasnya ada nama jalan Tgk Di Bitay di kelurahan (gampong) Kota Baru (Lampineung), Kec Kuta Alam, trm ksh
ReplyDeletekunjungi www.bitayaceh.wordpress.com
ReplyDeleterachmad.aceh@yahoo.com
sms 0888.7222.5747
sms 0888.722.5747 makasih
DeleteWA 08887211300
Deletepuspiatur.wordpress.com
Bisa tolong beri tahu lokasi lebih detail masjid ini..:)
ReplyDelete